Kamis, 05 Agustus 2010

SETIA

SETIA

Suatu hari, seorang nenek datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah bertanya, “Siapakah engkau wahai nenek?”

“Aku adalah Jutsamah al-Muzaniah, ” jawab wanita tua itu.
...
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Wahai nenek, sesungguhnya aku mengenalmu, engkau adalah wanita yang baik hati, bagaimana kabarmu dan keluargamu, bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian lama?”

Nenek itu menjawab, “Alhamdulillah kami dalam keadaan baik. Terima kasih, Rasulullah.”

Tak lama setelah nenek pergi meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, muncullah Aisyah RA seraya berkata, “Wahai Rasulullah, seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua?”

Rasulullah menimpali, “Iya, dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman.”

Karena kejadian itu, Aisyah mengatakan, “Tak seorang pun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam selain Khadijah, meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seringkali menyebutnya. Suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikan kepada sahabat-sahabat karib Khadijah.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapinya dan berkata, “Wahai Aisyah, begitulah kenyataannya. Sesungguhnya darinya aku memperoleh anak.”

Dalam kesempatan lain, Aisyah berkata, “Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai-sampai aku berkata : Wahai Rasulullah apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu, sementara Allah Subhanahu Wata’ala telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi Allah Subhanahu wata’ala, tak seorang wanita pun lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah Subhanahu wata’ala menganugerahkan anak kepadaku darinya.”

Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandaskan rasa cinta kepada Allah Subhanahu wata’ala, bukan cinta nafsu syaithani. Kesetiaan suami kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka dan duka.

Kecantikan Aisyah ternyata tidak begitu saja memperdayakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melupakan jasa baik dan pengorbanan Khadijah, betapa pun usianya yang lebih tua. Kesetiaan inilah yang membuat cendikiawan muslim Nahzmi Luqa mengatakan, “Ternyata kecemburuan Aisyah tidak mampu melunturkan kesetiaan Nabi kepada Khadijah, kesetiaan yang diteladani para pasangan suami istri, sekaligus sebagai pukulan KO (Knock Out) untuk para pecundang kehidupan rumah tangga yang menjadi faktor penghambat terwujudnya masyarakat berperadaban. “

Kesetiaan… Kesetiaan… Sekali lagi, kesetiaan merupakan sifat dan karakter setiap mukmin sejati. Bukan kesetiaan duniawi, tetapi kesetiaan ukhrawi. Kesetiaan khas dengan nilai-nilai Ilahi, “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang beriman diri dan harta mereka dengan mahligai surga, mereka berperang di jalan Allah, mereka pun terbunuh atau membunuh. Adalah janji sejati atasNya di dalam kitab Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Siapakah yang lebih setia dari Allah Subhanahu wata’ala akan janjiNya. Bergembiralah dengan bai’at (sumpah setia) yang kalian ikrarkan, itulah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah : 111).

Subhanaallah.....
 
Nasehat Dari Aby Copyright © 2010 Designed by Dwi Isnein Evian Syah.Own Blog