Minggu, 05 Desember 2010

SELALU ADA PERTOLONGAN ALLAH

SELALU ADA PERTOLONGAN ALLAH

"Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. Ia mendapat pahala kebaikan yang juga diusahakannya, dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang diusahkannya. (Mereka berdoa dengan berkata): "Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau membebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana yang tel...ah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu kepada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak berdaya memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunlah kesalahan kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah penolong kami; karenanya, tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir". (al-Baqarah : 286)

Taqwa itu ada di sini. Itu sabda Nabi SAW dalam hadits riwayat Muslim, dimana beliau bersabda sambil menunjukkan dadanya. Hal ini juga didukung oleh firman Allah SWT “ Dan barang siapa mengagungkan syiar Allah SWT, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.”

Islam itu bersifat lahir dan iman itu ada di dalam hati. Allah SWT memerintahkan para hambaNya untuk menegakkan syariat Islam dalam lahir mereka dan hakekat iman dalam batin mereka. Islam tidak akan bermanfaat kecuali jika diikuti oleh keimanan batin, sebaliknya setiap hakekat batin tidak ada gunanya tanpa melaksanakan syariat Islam. Sholat, puasa dan zakat tanpa didasari keimanan terhadap Allah tidak ada bedanya dengan orang yang beragama non Islam. Sebaliknya, yakin saja terhadap Allah tetapi tidak pernah mau melaksanakan sholat, puasa dan zakat tidak bisa dibilang beriman…

Seiring dengan perjalanan hidup seseorang, terpaan ujian dari Allah membuat sebuah ketaqwaan menipis bahkan terkikis habis oleh masalah keduniawian. Banyak sekali orang yang telah bersyahadat “ Laa illa haa Illaalah “ meletakkan syahadatnya karena kebutuhan perut yang menuntut diisi dan ia berbalik menghujat Allah. Atau nafsu memiliki kedudukan membuat seseorang meninggalkan sholatnya beralih ke dukun untuk meminta pertolongan atas hajatnya.

Siapa sesungguhnya yang kuasa atas segala sesuatu?
Sakit saja kita pergi ke dokter,percaya pada dokter bahwa dengan berobat kita bisa segera mendapatkan obat untuk kesembuhan kita. Tapi mengapa ketika kita ditimpa permasalahan kita tidak datang langsung pada Allah? Dia yang menghendaki segala sesuatu terjadi atas kita, jika ada yang terjadi terasa menindih kita, bahkan kita merasa tidak mampu mencari jalan keluarnya.. Mengapa bukan Allah pihak pertama yang mendengarkan segala keluh kesah dan problema kita? Ini berarti rasa percaya kita pada Allah tidak sebesar rasa percaya kita pada seorang dokter. Lantas benarkah hal ini untuk seorang yang mengaku Islam dan beriman?

Cobaan hidup memang terus akan menggiring kita pada jurang kekufuran, kecuali jika kita terus berpegang teguh pada tali Allah. Ikhtiar yang tidak sedikit terkadang tetap kalah dengan hasil yang tidak sesuai dengan keinginan manusia, membuat yang haram menjadi halal, yang putih jadi hitam dan pada akhirnya lunturlah ketaqwaan yang pernah ada dalam hati, naudzubillah..

Allah Ya Fatah.. Allah Ya Rahman
Seburuk apa kejadian yang menimpa kita, sesulit apa persoalan yang membelit kita..Akan ‘selalu’ ada pertolongan Allah, bagi orang-orang yang percaya pada kuasa Allah, tidak pernah putus asa dan terus berikhtiar mencari jalan keluar, terus bertaqwa di jalanNya.

Marilah kita selalu menjaga Iman dan Taqwa, Saudaraku

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawabLihat Selengkapnya

Selasa, 05 Oktober 2010

DETIK TERAKHIR

DETIK TERAKHIR

Kehidupan begitu melelahkan. Kesibukan demi kesibukan harus kita jalani setiap harinya. Kesedihan dan kesulitan acap kali datang mengunjungi. Memporak-porandakan hati hingga ada sebagian manusia yang putus asa. Memilih mati sebagai solusi terbaik.

Pernahkan kita mengingat kematian. Dan pernahkah kita membayangkan ketika n...afas kita tinggal satu-satunya. Satu nafas yang tercekat di tenggorokan. Nafas terakhir, sesudahnya kita akan meninggalkan dunia untuk selamanya. Apa yang akan kita lakukan?

Sebagian diantara kita mungkin mengingat orang-orang yang tercinta. Satu per satu wajah mereka bermain di pelupuk. Ayah, ibu, saudara, sahabat, teman bahkan kekasih. Mungkin sempat datang penyesalan, mengapa kita tak menjadi sosok yang terbaik untuk mereka. Mempersembahkan cinta terindah dan juga menyayangi mereka dengan kasih sayang. Namun saat itu sudah terlambat. Nafas kita tinggal satu-satunya. Tak ada lagi kesempatan.

Sebagian mungkin ada yang mengingat, harta dan kekayaan yang ditinggalkan. Saham, perusahaan rumah dan tanah. Kita merasa sangat takut kehilangan. Oh, waktunya untuk tersadar. Di sisa nafas terakhir, kita akhirnya paham. Kekayaan dan harta yang kita perjuangkan sepenuh tenaga. Ternyata tak satupun yang menjadi teman sejati. Semuanya tertinggal dan diperebutkan oleh orang-orang yang kita tinggalkan
Dan, akhirnya nafas terakhir itu berhembus. Tinggalah jasad kita menjadi kaku. Terbujur dan ditangisi oleh orang-orang yang mencintai kita. Mana kecongkakan itu. Mana kesombongan itu. Mana kehebatan itu, kepintaran, kekuatan dan kemampuan yang kita punya. Semuanya hilang... seiring punahnya nafas kehidupan.

Jasad yang membujur. Tak mampu lagi untuk melalakukan apapun. Tak lagi tersenyum. Tak lagi tersedu. Lalu kita berpisah dengan segala yang kita cintai. Diantar ke tempat terakhir. Tanah merah di tempat yang kesepian. Orang-orang yang mencintai kita tak akan bisa menemani. Pun segala yang kita perjuangkan, tak ada yang kita bawa serta. Kecuali, semua amalan kebaikan yang pernah kita lakukan
Sekarang, nafas itu masih berhembus dalam jasad kita. Berbenahlah. Jangan menunggu nafas terakhir agar kita mau memperbaiki diri. Bersyukurlah atas kesempatan dan kehidupan yang kita punya. Berikanlah hal terindah bagi orang-orang di sekeliling kita. Lakukanlah kebaikan, meski tak semua kebaikan itu kita langsung mendapat balasannya sekarang. Karena yakinlah, tak ada balasan bagi kebaikan melainkan kebaikan pula.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab

Minggu, 05 September 2010

SAHABAT

Seorang shadiq(sahabat),ialah seorang yg sungguh2 jujur terhadap sahabatnya dlm semua urusan hidupnya dan tidak berbasa-basi.Jika aku(misalnya)melihat suatu kesalahan pada diri sahabatku,maka aku harus menasihatinya dgn nasihat hakiki,dan tdk menyebabkannya tidak mau berkumpul lagi denganku,misalnya,dgn nasihat yg berbentuk caci-maki atau celaan.Tetapi haruslah dgn nasihat yg sungguh2,nasihat yang ia butuhkan.

Kamis, 05 Agustus 2010

SETIA

SETIA

Suatu hari, seorang nenek datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah bertanya, “Siapakah engkau wahai nenek?”

“Aku adalah Jutsamah al-Muzaniah, ” jawab wanita tua itu.
...
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Wahai nenek, sesungguhnya aku mengenalmu, engkau adalah wanita yang baik hati, bagaimana kabarmu dan keluargamu, bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian lama?”

Nenek itu menjawab, “Alhamdulillah kami dalam keadaan baik. Terima kasih, Rasulullah.”

Tak lama setelah nenek pergi meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, muncullah Aisyah RA seraya berkata, “Wahai Rasulullah, seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua?”

Rasulullah menimpali, “Iya, dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman.”

Karena kejadian itu, Aisyah mengatakan, “Tak seorang pun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam selain Khadijah, meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seringkali menyebutnya. Suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikan kepada sahabat-sahabat karib Khadijah.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapinya dan berkata, “Wahai Aisyah, begitulah kenyataannya. Sesungguhnya darinya aku memperoleh anak.”

Dalam kesempatan lain, Aisyah berkata, “Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai-sampai aku berkata : Wahai Rasulullah apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu, sementara Allah Subhanahu Wata’ala telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi Allah Subhanahu wata’ala, tak seorang wanita pun lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah Subhanahu wata’ala menganugerahkan anak kepadaku darinya.”

Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandaskan rasa cinta kepada Allah Subhanahu wata’ala, bukan cinta nafsu syaithani. Kesetiaan suami kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka dan duka.

Kecantikan Aisyah ternyata tidak begitu saja memperdayakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melupakan jasa baik dan pengorbanan Khadijah, betapa pun usianya yang lebih tua. Kesetiaan inilah yang membuat cendikiawan muslim Nahzmi Luqa mengatakan, “Ternyata kecemburuan Aisyah tidak mampu melunturkan kesetiaan Nabi kepada Khadijah, kesetiaan yang diteladani para pasangan suami istri, sekaligus sebagai pukulan KO (Knock Out) untuk para pecundang kehidupan rumah tangga yang menjadi faktor penghambat terwujudnya masyarakat berperadaban. “

Kesetiaan… Kesetiaan… Sekali lagi, kesetiaan merupakan sifat dan karakter setiap mukmin sejati. Bukan kesetiaan duniawi, tetapi kesetiaan ukhrawi. Kesetiaan khas dengan nilai-nilai Ilahi, “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang beriman diri dan harta mereka dengan mahligai surga, mereka berperang di jalan Allah, mereka pun terbunuh atau membunuh. Adalah janji sejati atasNya di dalam kitab Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Siapakah yang lebih setia dari Allah Subhanahu wata’ala akan janjiNya. Bergembiralah dengan bai’at (sumpah setia) yang kalian ikrarkan, itulah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah : 111).

Subhanaallah.....

Senin, 05 April 2010

HIDUP

HIDUP

Apabila seorang hamba Allah mengalami kesulitan hidup, maka pertama-tama ia mencoba mengatasinya dengan upayanya sendiri. Bila gagal ia mencari pertolongan kepada sesamanya, khususnya kepada raja, penguasa, hartawan; atau bila dia sakit, kepada dokter. Bila hal ini pun gagal, maka ia berpaling kepada Khaliqnya, Allah Yang Maha Be...sar lagi Maha Kuasa, dan berdo’a kepada-Nya dengan kerendah-hatian dan pujian.

Bila ia mampu mengatasinya sendiri, maka ia takkan berpaling kepada sesamanya, demikian pula bila ia berhasil karena sesamanya, maka ia takkan berpaling kepada sang Khaliq. Kemudian bila tak juga memperoleh pertolongan dari Allah, maka dipasrahkannya dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdo’a merendah diri, memuji, memohon dengan harap-harap cemas. Namun, Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo’a dan tak mengabulkannya, hingga ia sedemikian terkecewakan terhadap segala sarana duniawi. Maka kehendak-Nya mewujud melaluinya, dan hamba Allah ini berlalu dari segala sarana duniawi, segala aktivitas dan upaya duniawi, dan bertumpu pada ruhaninya. Pada peringkat ini, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada peringkat 'haqqul yaqin' (tingkat keyakinan tertinggi yang diperoleh setelah menyaksikan dengan mata kepala dan mata hati).

Bahwa pada hakikatnya, tiada yang melakukan segala sesuatu kecuali Allah; tak ada penggerak tak pula penghenti, selain Dia; tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan keuntungan, tiada faedah, tiada memberi tiada pula menahan, tiada awal, tiada akhir, tak ada kehidupan dan kematian, tiada kemuliaan dan kehinaan, tak ada kelimpahan dan kemiskinan, kecuali karena ALLAH. Maka di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat dimandikan, dan bagai bola di tongkat pemain Golf, berputar dan bergulir dari keadaan ke keadaan, dan ia merasa tak berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari dirinya sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah. Maka tak dilihatnya kecuali Rabb-nya dan kehendak-Nya, tak didengar dan tak dipahaminya, kecuali Ia.

Jika melihat sesuatu, maka sesuatu itu adalah kehendak-Nya; bila ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia mendengar firman-Nya, dan mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkaruniailah dia dengan karunia-Nya, dan beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui kedekatan ini, ia menjadi mulia, ridha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada firman-Nya. Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia rindu dan senantiasa mengingat-Nya; makin mantaplah keyakinannya pada-Nya, Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa. Ia bertumpu pada-Nya, memperoleh petunjuk dari-Nya, berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan diingatnya adalah dari-Nya. Maka segala syukur, puji, dan sembah tertuju kepada-Nya.

Wallahu ta'ala 'alam bishawab

Jumat, 05 Maret 2010

Amal

Amal apapun memerlukan kesungguhan dalam menunaikannya, termasuk kesungguhan berukhuwah. Dia bukanlah senyum formal ketika bertemu sesama, atau kalimat simpati bila sang saudara tertimpa musibah. Ia adalah Inisiatif, bukan menunggu, memberi bukan menuntut, tangan diatas dan bukan tangan dibawah.

Jumat, 05 Februari 2010

MEMBERI DISAAT SULIT

Suatu hari Ali bin Abi Thalib mendapati kedua anaknya, Hasan dan Husain, sakit. Bahkan kedua cucu Baginda Rasulullah SAW itu mengalami sakit yang cukup lama sehingga Ali pun bernazar, "Jika Hasan dan Husain sembuh, aku akan berpuasa selama tiga hari." Rupanya Allah mendengar nazar Ali tersebut hingga Hasan dan Husa...in pun sembuh.


Ali bin Abi Thalib bersama isterinya, Fatimah Az-Zahra, pun berpuasa. Menjelang tiba waktu berbuka di hari pertama, hanya tersedia dua potong roti untuk makanan berbuka. Ketika waktu berbuka tiba, belum lagi keduanya menyantap roti tersebut, datang seorang fakir miskin yang mengetuk pintu mereka seraya meminta makanan lantaran perutnya belum terisi sejak beberapa hari. Urunglah Ali dan Fatimah melahap roti yang sudah digenggamnya, mereka pun meneruskan berpuasa hingga keesokan harinya.

Di hari kedua berpuasa, mereka pun hanya memiliki sepotong roti untuk dimakan berdua pada waktu berbuka nanti. Seperti halnya hari kemarin, tiba saatnya berbuka, pintu pun kembali terdengar diketuk seseorang. Rupanya ada seorang anak yatim yang meminta makanan karena kelaparan. Tak kuasa menahan iba, Ali pun memberikan sepotong roti itu kepada anak yatim itu. Keduanya kembali
berpuasa.

Ujian memang selalu diberikan Allah kepada orang seperti Ali dan Fatimah. Bahkan di hari ketiga berpuasa pun, sepotong roti yang mereka punya pada saat menjelang berbuka ikhlas mereka berikan kepada seorang tawanan yang baru saja bebas namun tak mempunyai makanan. Ali, Fatimah, dan kedua anaknya, Hasan dan Husain mengerti bahwa semua ini hanyalah ujian kesabaran dari Allah.

Sebuah pelajaran yang teramat mengharukan dari keluarga Ali bin Abi Thalib dan keluarganya yang penyabar. Betapa Allah tengah menguji mereka, akankah mereka tetap beriman dan mau menyedekahkan rezeki milik mereka kepada orang lain, meskipun mereka teramat membutuhkan. Bahkan kisah yang teramat indah ini Allah lukiskan dalam Al-Quran Surat Al-Insaan (76) : 8-10, agar menjadi pelajaran bagi kebanyakan manusia.

Memberi di saat berlebih adalah hal mudah, meski tidak semua orang melakukannya. Tetapi memberi di saat kita membutuhkan, hanyalah orang-orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah di surga kelak yang sanggup melakukannya. Butuh perjuangan, keikhlasan, dan kesabaran untuk
meniru apa yang dilakukan Ali bin Abi Thalib beserta keluarganya. Tentu saja kita bisa, jika kitamau.

"... Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabb-nya, hendaklah ia berbuat kebaikan..." (QS. Al Kahfi : 110).

Wallahu'alam bishowab

Selasa, 05 Januari 2010

MUHAMMAD DALAM KITAB SUCI AGAMA LAIN (kaskus)

ALAM KITAB INJIL~
Kita akan temukan nama Muhammad ini didalam Injil yang sudah diapokratipkan oleh para pemimpin-pemimpin Gereja dahulu, dilarang dan dibuang sebab katanya memuat ajaran-ajaran yang palsu dan membahayakan iman orang-orang Kristen.

Terlepas membahayakan ataukah tidak, palsu atau benar, marilah kita membawanya dalam persoalan ini, kita buka sekarang Injil Barnabas pasal 72, bunyinya:

Yesus berkata: "Jangan bergoncang imanmu, dan jangan kamu takut, karena bukan aku yang menjadikan kamu. tetapi Allah yang menjadikan kamu, memelihara kamu, adapun tentang ketentuanku, maka sesungguhnya aku datang untuk menyediakan jalan bagi rasul Allah yang akan datang membawa kelepasan bagi dunia. Tetapi awas-awaslah, kamu ditipu oleh orang, karena akan datang beberapa banyak nabi-nabi dusta. Mereka mengambil perkataanku dan menajisi perkataanku."

Maka kata Andreas: "Hai guru, sebutkanlah bagi kami sesuatu tanda supaya kami kenal dia."

Maka jawab Yesus:
"Sesungguhnya dia tidak datang pada masa kamu ini, tetapi berbilang tahun dibelakang kamu, yaitu diwaktu dirusakkan orang akan Injilku dan hampir tak terdapat lagi 30 orang mukmin. Diwaktu itulah Allah merahmati dunia ini. Maka diutuslah rasulnya yang tetap awan putih diatasnya mengenal akan dia, salah satu utusan Allah dan dialah yang mensahirkan dirinya kepada dunia dan ia akan datang dengan kekuatan yang besar untuk mengalahkan orang-orang jahat dan berhala dunia ini.

Sesungguhnya Aku menyukai yang demikian ini, karena dengan perantaraannya akan diterangkan dan dimuliakan orang Allah dan dia menyatakan kebenaranku dan dia akan menghukum orang-orang yang mengatakan bahwasanya aku lebih besar dari manusia biasa. Dengan sesungguhnya Aku berkata bahwa bulan akan memberikan dia tidur waktu masih kanak-kanak dan manakala ia sudah besar, awaslah dunia ini jangan membuangkannya, karena dia akan membinasakan penyembah-penyembah berhala."

Membaca akan surat Barnabas itu, maka tak dapat dipungkiri bergetarnya hati kita betapa Nabi yang dijanjikan itu, begitu tepat digenapi kejadiannya. Tanda awan putih diatasnya itulah yang terbaca oleh pendeta buhaira kala itu.


~DALAM KITAB ORANG HINDU~
Kalau pembicaraan-pembicaraan sebelumnya, hanya tersimpul dalam Taurat Musa, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, maka khusus mengenai Muhammad saw, kami buka juga buku-buku suci yang lainnya pula, seperti kitab Weda.

Kitab suci ummat Hindu yang usianya sudah 2.500 tahun lamanya, sejak lahirnya Sang Sidharta Gautama (623 - 543 SM), bahkan mungkin lebih lama lagi. (Hindu usianya lebih tua daripada Budha, sedangkan Sidharta Gautama adalah pembawa agama Budha).

Didalam kitab Weda konon ada tertulis: "Hai sekalian manusia, dengarkanlah berita penting ini. Nanti aku bangunkan seorang laki laki yang terpuji diantara manusia." Laki-laki terpuji dalam bahasa Arab disebutkan "Muhammad."

Meskipun tafsiran ini mungkin benar, tetapi saya kira belum ada kekuatan sama sekali, sebab dalam masa 2.500 tahun itu telah banyak bermunculan laki-laki terpuji dan orang-orang gagah seperti Selon, Zarahudza, Socrates, Aristoteles, Iskandar Zulkarnain, Yesus, Darius yang Agung, Napoleon, Hitler (hitler? .....wkwkwkwkwkkw) dan masih seribu nama lagi barangkali.

Untuk mengetahui , "laki-laki terpuji yang mana yang dimaksudkan," maka baiklah kini kita baca dalam kitab Beha Pesiyaporana (kitab Hindu) yang bunyinya:
"Pada masa itu datanglah seorang laki-laki dari tanah Arab namanya Akhmad bergelarkan Muhammad, dan dia akan mendapatkan penolong-penolong. Hai orang-orang Arab, hai tuan-tuan seluruh alam ini, kepada engkaulah taqdis (penghormatan)Ku yang suci. Hai orang-orang yang mengadakan beberapa jalan yang banyak untuk membinasakan sekalian syaithan, dan dunia ini, kepada engkaulah taqdisKu."

Suatu keterangan berharga, yang sayangnya tetap tersembunyi, sebab adanya peraturan kasta-kasta, dimana yang berhak membaca Weda hanyalah kaum Brahmana saja, sedangkan bagi orang diluar Brahmana, sangat tabu, apalagi bagi kasta Paria dan Sudra, bila saja membaca Weda atau mendengarkan ayat-ayatnya sekalipun, dapatlah ia dihukum mati.
 
Nasehat Dari Aby Copyright © 2010 Designed by Dwi Isnein Evian Syah.Own Blog