Sabtu, 05 Desember 2009

DUNIA apa ITU DUNIA

DUNIA

Ketika dunia memberi 1000 alasan untuk membuat Kita menangis …
Tunjukkanlah bahwa Kita punya 1001 alasan untuk tersenyum.

...Ketika dunia memberi 1000 alasan untuk membuat Kita mengeluh …
Tunjukkanlah bahwa Kita punya 1001 alasan untuk bersyukur.

Ketika dunia memberi 1000 alasan untuk membuat Kita menyerah …
Tunjukkanlah 1001 janji Allah bahwa Kita akan Berjaya, sebab
Ketika kerja kita tidak dihargai,
Maka saat itu Kita sedang belajar tentang KETULUSAN.

Ketika usaha kita dinilai tidak penting,
Maka saat itu Kita sedang belajar KEIKHLASAN.
Ketika hati kita terluka sangat dalam,
Maka saat itu Kita sedang belajar tentang MEMAAFKAN.

Ketika Kita harus lelah dan kecewa,
Maka saat itu Kita sedang belajar tentang KESUNGGUHAN.
Ketika Kita merasa sepi dan sendiri,
Maka saat itu Kita sedang belajar KETANGGUHAN.

Ketika Kita harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu Kamu tanggung,
Maka saat itu Kita sedang belajar tentang KE-MURAH HATIAN

Dunia ini terlalu hina untuk membuat Kita menangis
… Terlalu murah untuk membuat Kita bersedih,

… Terlalu lemah untuk membuat Kita putus asa


Tersenyumlah …
Karena Kita mendapat kesempatan dan sedang menimba ilmu di Universitas Kehidupan......Lihat Selengkapnya

Kamis, 05 November 2009

saat Pintu Taubat Akan Di tutup

Barangsiapa yang terlalu yakin umurnya akan panjang, maka dia akan kecewa. Barangsiapa yang merasa akan terus hidup dan tidak akan mati pasti dia akan merugi. Dan barangsiapa yang ingin hidup seribu tahun lagi, maka dialah Yahudi yang cinta dunia dan takut mati.

Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

...يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللهُ بَصِيْرٌ بِمَا يَعْمَلُوْنَ. ]البقرة: 96[

Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (alBaqarah: 96).

Dengan iman dan amal shalih-lah seharusnya kita menyongsong kematian ini dengan tenang, hingga kita akan dipanggil oleh Allah dengan ucapan:

يَآ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ]27[ ارْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَّةً مَرْضِيَّةً. ]الفجر: 27-28[

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (al-Fajr: 27-28).

Lebih rinci Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam riwayat dari al- Bara’ bin ‘Azib: “Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin apabila dia menghadap kematian dan meninggalkan dunia, turunlah para malaikat kepadanya, seakan-akan wajah-wajah mereka bagaikan matahari. Mereka membawa kain kafan dan kapur barus dari surga, dan duduk di hadapannya sepanjang mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut hingga dia duduk di sisi kepalanya seraya berkata: “Wahai ruh yang baik, keluarlah engkau kepada ampunan Allah dan keridhaan-Nya”.

Beliau Shallallahu'alaihi wasallam melanjutkan kisahnya: “Maka keluarlah ruh tersebut, mengalir bagaikan aliran air dari bibir ceret (tempat air minum). Kemudian malaikat maut pun mengambil ruh tersebut. Dan ketika mengambilnya dia tidak membiarkannya di tangannya, bahkan mereka langsung mengambil dan memasukannya ke dalam kafan dan kapur barus yang mereka bawa. Keluarlah dari jiwa tersebut wewangian yang lebih harum dari misik yang terbaik di muka bumi ini”.

Beliau Shallallahu'alaihi wasallam melanjutkan: “Kemudian mereka membawa naik ruh tersebut ke atas. Tidaklah melewati sekelompok malaikat, kecuali mereka berkata: “Ruh siapakah yang harum ini?” Mereka menjawab: “Fulan bin Fulan”. Mereka menyebutkan dengan sebaik-baik nama yang dia dipanggil dengan nama tersebut di dunia sampai berakhir di pintu langit. Dan mereka minta untuk dibukakan untuknya, maka dibuka-kanlah pintu langit untuknya. Seluruh penduduk langit dari kalangan malaikat yang didekatkan mengantarkan ruh tersebut ke langit yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sampai berakhir pada langit yang di atasnya Allah beristiwa’. Allah pun berfirman: “Tulislah catatan hamba-Ku di ‘Illiyin….”

Adapun tentang orang kafir Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya ketika orang kafir akan mati, turun kepadanya malaikat-malaikat dari langit dengan wajah-wajah yang hitam. Mereka membawa kain kafan, dan duduk sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malakul maut dari sisi kepalanya seraya berkata: “Wahai jiwa yang jelek keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya. Maka berpencarlah ruh itu di seluruh jasadnya (menolak untuk keluar –pent.) Kemudian dicabutlah ruhnya seperti dicabutnya duri dari bulu- bulu wol yang basah. Setelah (ruh itu) diambil, tidak dibiarkan di tangannya sekejap mata pun, hingga diletakkannya di kafan tadi yang mengeluarkan bau yang paling busuk di muka bumi. Kemudian mereka naik membawa ruh tersebut. Tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat kecuali mereka berkata: “Siapakah ruh yang jelek ini?” Mereka menjawab: “Fulan bin Fulan” dengan disebutkan sejelek-jelek nama yang dia dipanggil di dunia sampai berakhir ke akhir langit dunia dan meminta untuk dibukakan langit, tetapi tidak dibukakan untuknya. Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam membacakan ayat Alllah Subhanahu wata'ala:

...لاَ تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلاَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ... ]الأعراف: 40[

…sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum… (al-A’raaf: 40)

Kemudian Allah berfirman: “Tulislah catatannya di Sijjin di bumi yang paling rendah”. Kemudian dilemparkan ruhnya dengan satu lemparan, kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam membacakan ayat Allah Subhanahu wata'ala:

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ... ]الحج: 31[

…Barangsiapa mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh… (al-Hajj: 31)

Maka kembalilah ruhnya ke jasadnya. Kemudian datanglah dua malaikat mendudukannya seraya bertanya: “Siapakah Rabb-mu?”. Ia menjawab: “Haah… haah… aku tidak tahu”. Keduanya bertanya lagi: “Siapakah orang yang diutus kepadamu?” Ia menjawab: “Haah… haah… aku tidak tahu”. Maka dikatakan oleh penyeru dari langit: “Dia berdusta. Hamparkanlah hamparan dari neraka, dan bukakanlah pintu ke neraka”. Maka sampailah kepadanya hawa panas api neraka…. (HSR. Imam Ahmad , Abu Dawud, Hakim, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah)



Wallahu a'lam...



bertaubatlah sebelum ajal menjemput

Senin, 05 Oktober 2009

Arti Sebuah Senyuman

Betapa berartinya senyum tulus dari orang-orang sekitar kita untuk membangun hari kita menjadi jauh lebih baik. Sebelum kita terlalu banyak berharap dari orang lain membangun kondisi itu, tentu akan lebih mudah bila kita sendiri yang memulainya dengan menarik 2 sudut bibir kita dengan senyum yang tulus kepada orang-orang terdekat dan ucapkan salam hangat dan sesuatu yang baik yang membuat mereka bahagia.

Sabtu, 05 September 2009

JADILAH PENGANTIN BARU SEUMUR HIDUP

JADILAH PENGANTIN BARU SEUMUR HIDUP

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campuri...lah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu". (QS. Al-Baqoroh [2]:187)

Ayat tersebut di atas adalah ayat populer yang sering dibaca, dikutip dan dikaji ketika akan datang dan selama bulan Ramadhan. Ayat tersebut menerangkan tentang beberapa aturan ketika berada di bulan Ramadhan. Salah satu aturan tersebut adalah dihalalkannya seorang suami melakukan hubungan badan dengan istrinya kapanpun di sepanjang malam hingga terbit fajar. Sebelum ayat ini turun, batas akhir boleh menggauli istri adalah masuk waktu Isya' atau saat tidur sebelum masuk waktu Isya'. Tentu ini sangat berat bagi para sahabat Rasulullah, dan tentu juga bagi siapa saja. Oleh karena itu Allah -ta'ala- menurunkan ayat tersebut.

Yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah kata “Libas” yang tersebut dalam ayat tersebut. Dalam ayat tersebut Allah -ta'ala- menyebut bahwa suami adalah Libas bagi istrinya dan istri juga adalah Libas bagi suaminya. Kata “Libas” mempunyai arti penutup tubuh (pakaian), pergaulan, ketenangan, ketentraman, kesenangan, kegembiraan dan kenikmatan.

Penutup Aib dan Perhiasan

Fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat tubuh (lihat QS.7:26). Suami istri adalah pakaian bagi pasangannya. Dengan demikian, suami istri adalah penutup "aurat" (baca: aib) bagi pasangannya. Fungsi pakaian juga sebagai perhiasan (lihat QS.7:26). Perhiasan adalah sesuatu yang indah dan berharga. Dengan memiliki dan atau memandang perhiasan mendatangkan kesenangan, kepuasan dan kebahagiaan. Suami adalah perhiasan bagi istrinya dan istri adalah perhiasan bagi suami. Suami indah dilihat istri dan juga sebaliknya. Suami merasa berharga bagi istrinya, dan pada saat yang sama suami menghargai istrinya. Demikian pula sebaliknya.

Allah berfirman yang artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran [3]:14)

Sumber Ketentraman dan Kesenangan

Suami adalah sumber ketentraman bagi istrinya. Istri juga adalah sumber ketentraman bagi suaminya. Masing-masing merasa tentram dengan adanya pasangan dan dari pasangannya. Serta masing-masing berusaha membuat tentram pasangannya.

Allah berfirman yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.Ar-Ruum [30]:21)

Suami adalah sumber kesenangan bagi istri. Begitu juga istri adalah sumber kesenangan bagi suami.

Allah berfirman yang artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran[3]:14)

Allah berfirman yang artinya: “Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al-Furqaan [25]:74)

Di dalam kedua ayat tersebut, Allah -ta'ala- berfirman dengan menyebutkan kata “wanita” dan “istri” saja, tidak menyebutkan kata “pria” dan “suami”. Seolah-olah dua ayat tersebut hanya ditujukan dan berlaku untuk pria dan suami. Meskipun kata “pria” dan “suami” tidak disebutkan, kedua ayat di atas juga ditujukan dan berlaku bagi para wanita dan istri, sehingga bisa dipahami juga sebagai berikut:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: pria-pria ….”

“Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami suami-suami kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami)…”

Suami merasa senang, gembira, puas, bahagia dan nikmat terhadap istrinya dari sikap, perilaku, kata-kata, ekspresi, penampilan dan pelayanan istrinya ketika berhubungan dengan istrinya dalam segala aktivitas sehari-hari. Pada saat yang sama suami juga harus membuat istrinya merasa senang, gembira, puas, bahagia dan nikmat terhadap dirinya dari sikap, perilaku, kata-kata, ekspresi, penampilan dan pelayanannya dalam setiap kesempatan dan aktivitas rumah tangga (bukan hanya ketika membutuhkannya saja dan bukan hanya ketika di atas ranjang saja). Demikian juga sebaliknya, istri merasakan hal yang sama terhadap suaminya dan berbuat hal yang sama kepada suaminya.

10 Tips Sukses Menjadi Libas bagi Pasangan

1. Selalu mendengar dengan segenap dan setulus hati setiap kata yang diekspresikan oleh pasangan.
2. Selalu ramah, mesra, bermuka manis dan tersenyum di hadapan pasangan.
3. Berdandan, berpenampilan rapi dan berbau harum untuk pasangannya baik ketika berada di dalam maupun di luar rumah. Bukan istri saja yang wajib melakukan ini, namun suami juga harus mewajibkan dirinya.
4. Menenangkan hati pasangan ketika dia merasa emosional dan ketika menghadapi ketegangan, kecemasan dan ketakutan; dan menghibur hati pasangan ketika dia kecewa, bersedih hati, sakit hati dan sakit fisiknya
5. Biasakan mengucapkan "4 Kata Ajaib: Terima kasih, Maaf, Permisi dan Tolong" kepada pasangan pada setiap saat dan kesempatan di mana kata-kata tersebut patut dan perlu untuk diucapkan.
6. Melayani keperluan pasangan dengan senang dan ringan hati, ringan tangan, ringan kaki dan segera. Segera kerjakan jika dalam keadaan-keadaan yang memungkinkan. Malas dan ogah-ogahan bukan termasuk di dalamnya. Bukan istri saja yang harus melayani suami. Suami juga harus melayani istri meskipun istri tidak dalam keadaan darurat seperti sakit, mengandung dan melahirkan.
7. Tanyakan kabar dan perasaan pasangan meskipun tidak sedang berjauhan.
8. Ungkapkan rasa cinta dan kasih sayang anda kepada pasangan dengan sikap dan perilaku seperti bergandengan tangan ketika berjalan kaki bersama dan menciumnya meskipun ketika tidak ada dorongan nafsu, dengan kata-kata seperti "Aku cinta/sayang kamu", dan dengan memanggilnya dengan nama panggilan yang indah serta dengan cara yang lemah lembut dan mesra.
9. Memuaskan pasangan dalam berhubungan badan dengan melakukan segala hal yang diperlukannya sesuai dengan tuntunan Islam.
10. Tidak menceritakan hubungan badan mereka kepada orang lain. Tidak menceritakan aib yang dimiliki pasangan berupa kekurangan, kelemahan, kesalahan dan hal-hal negatif lainnya kepada orang lain (kecuali kepada hakim ketika bersaksi di pengadilan, kepada dokter untuk tujuan pengobatan dan kepada kyai, ustadz, psikiater atau konsultan untuk tujuan konsultasi). Juga tidak mencari-cari, mengingat-ingat, serta mengungkit-ungkit atau menyebut aib yang dimiliki pasangan kepada pasangan.

Jadilah Libas bagi pasangan (baca: suami atau istri) anda sesuai dengan tuntunan Allah -ta'ala-. Untuk itu jadilah "Pengantin Baru" selama hayat masih dikandung badan karena mengharap dan demi menggapai ridho Allah -ta'ala-. Lakukan tips di atas terus menerus meskipun sudah bukan pengantin baru lagi di mana pada saat-saat itu dalam hati sudah timbul rasa "biasa" dan tidak "luar biasa" terhadap pasangan dan kehidupan rumah tangga.

Masa-masa ketika sudah tidak lagi menjadi pengantin baru adalah masa-masa ujian. Ini yang (memang) sulit dan berat. Dibutuhkan kemauan yang kuat dan perjuangan yang berat untuk selalu menjadi “Pengantin Baru”. Sangat wajar dan alami jika ketika awal-awal mencoba melakukan tips di atas terasa aneh, merasa canggung dan malu. Namun jika dibiasakan, lama-lama akan menjadi bisa, menjadi biasa dan menjadi kebiasaan. Lain halnya ketika masih menjadi pengantin baru terutama ketika masa bulan madu, tanpa diajari dan disuruhpun, hal tersebut bisa, mudah, ringan dan otomatis dilakukan.

Wahai para suami! Wahai para istri! Sudahkah hari ini anda menjadi Libas bagi pasangan anda? Sudahkah hari ini anda berniat dan berkeinginan untuk menjadi Libas bagi belahan jiwa anda hingga nafas terakhir? Wahai para calon pengantin! Sudahkah hari ini anda berniat dan berkeinginan kelak akan menjadi Libas bagi pendamping hidup anda sejak malam pertama hingga malam terakhir (ketika maut menjemput)? Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pengantin lama, pengantin baru dan calon pengantin demi meraih kehidupan rumah tangga SAMARA (Sakinah Mawaddah wa Rahmah). Amin.

Wallahu a’lam bishshowab.

Jumat, 05 Juni 2009

CURANG

CURANG

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang agung. hari ketika manus...ia berdiri menghadap Tuhan alam semesta?”.

Timbangan dan takaran adalah jenis pengukuran barang yang paling umum dalam perdagangan dan jual beli. Bahkan beberapa barang yang biasanya dimeter atau dihitung satuannya juga diperjual belikan dgn timbangan atau takaran contohnya kain kiloan telor kiloan ayam kiloan dan lain sebagainya.

Namun dalam kenyataan tidak semua pedagang berlaku jujur dalam menimbang atau menakar atau ukuran yang lainnya. Mereka merasa telah mendapat keuntungan dgn mengurangi timbangan takaran atau bilangan dan yang lainnya. Dalam hal ini yg dirugikan secara lahirnya adalah pembeli. Dan tak sedikit perselisihan yg terjadi gara-gara kurangnya timbangan dari semestinya.

Kalau kita cermati di pasar-pasar tradisional maupun modern hal ini bisa terjadi. Namun potensi terjadinya jauh lebh besar di pasar tradisional. Bahkan ada sebagian dari pedagang itu yang mempunyai dua jenis anak timbangan. Yang satu murni beratnya dan yang lain kurang dari berat semestinya.

Namun begitu mereka yang menjadi pembeli mereka ingin diberi timbangan atau takaran yang benar-benar pas bahkan tak segan mereka memintanya. Inilah salah satu bukti relevansi Al Quran dengan segala zaman. Kecurangan ini telah terjadi sejak umat terdahulu seperti kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalam yang dikisahkan dalam Alquran. Bukan hanya mereka tetapi tiap generasi kehidupan anak Adam selalu ada orang-orang yang berbuat kecurangan seperti ini sampai pada zaman kita yang kita sebut modern ini bahkan mungkin pelakunya lebih banyak. Bayangan keuntungan yang digambarkan oleh setan dalam angan-angan pelakunya sangat menggoda dan menggiurkan.

Penyebab terjadinya kecurangan ini ada bermacam-macam. Di antaranya adalah sifat tamak akan kekayaan duniawi. Ketamakan akan menjerumuskan orang yang memilikinya untuk mendapatkan apa yang diingininya dengan segala cara tanpa pandang halal atau haramnya. Dan salah satu jalan haram itu adalah kecurangan dalam timbangan dan takaran. Peyebab lainnya adalah lunturnya sifat jujur dalam diri pelakunya. Kejujuran seakan-akan hanya bisa didapatkan dalam cerita-cerita khayalan dalam film-film sinetron novel-novel tetapi tidak dalam kehidupan nyata.

Padahal kebutuhan manusia akan kejujuran dalam kehidupan nyata adalah suatu hal yang tak terbantahkan. Jika kejujuran telah lenyap maka kehancuran tatanan hidup manusia akan hancur secara perlahan maupun cepat. Tentunya semua itu timbul dari lemahnya iman seseorang. Terutama imannya akan adanya hari kiamat yang merupakan hari perhitungan amal baik dan buruk seseorang. Hari yang merupakan saat ditegakkannya keadilan yang sesungguhnya oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

Pada saat itu tidak ada satu pun yg tersembunyi dari-Nya. Kebaikan sekecil apa pun akan dibalas-Nya begitu juga keburukan sekecil apa pu akan diberi-Nya ganjarannya. Tak seorang pun dapat menghindari hisab pada hari kiamat. Percaya tidak percaya ia pasti akan menghadapinya. Pelaku kejahatan di dunia ini biasanya memang tidak takut akan hisab pada hari kiamat nanti. Mereka semakin asyik dalam dosa mereka seakan-akan tidak ada pertanggungjawaban perbuatan mereka nantinya. Mereka merasa bangga dapat menghindar dari hukum manusia yang lemah. Mereka merasa bahwa dgn terlepasnya mereka dari hukum manusia mereka telah benar-benar bebas dari tanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Celakalah orang yang beranggapan demikian. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari perbuatan dosa dan maksiat dan melindungi kita dari azab neraka yang sangat pedih.

Wallahu al Musta’aan.

Selasa, 05 Mei 2009

Berfikit positif POSITIVE THINKING

POSITIVE THINKING

Assalamualaikum Warahmatullah, Saudaraku

Islam menganjurkan kepada umat manusia agar dapat bisa menikmati hidup ini dengan tentram, tenang, damai dan tanpa beban. Menikmati hidup dengan selalu tersenyum, ringan dalam melangkah, serta memandang dunia dengan berseri-seri. Seperti itulah gambaran ideal orang yang bertaqwa..., merasa selalu dekat dengan Allah dimanapun mereka berada. Inilah implementasi dari ajaran Islam yang memang dirancang untuk selalu memudahkan dan menjadi rahmat bagi sekalian alam. Allah berfirman: “Kami tidak mengutusmu Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta” (QS Al-Anbiya 21:107)


Untuk mewujudkan hidup yang selalu tersenyum, ringan dan tanpa beban tersebut, maka Islam memberikan beberapa tuntunan, diantaranya yang utama adalah : Selalu berbaik sangka (Khusnudzdzan) kepada siapapun, menjaga keseimbangan, juga dengan berpikir positif.

Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: mengapa Islam sampai menekankan pentingnya khusnudzdzan (berbaik sangka) dan berpikir positif? Paling tidak, ada empat alasan yang bisa dikemukakan di sini.

1. Pertama,

Kita harus khusnudzdzan dan berpikir positif karena ternyata orang lain yang sering kita temui (dalam keluarga, kantor maupun dilingkungan masyarakat) seringkali tidak seburuk yang kita sangka.

Contoh terbaik mengenai hal ini ialah kisah Nabi Khidhir dan Nabi Musa
Alaihima As-Salam. Suatu kali, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk menambah ilmu dari seseorang yang sedang berdiri di tepi pantai yang mempertemukan dua arus laut. Setelah mencari tempat yang dimaksud, di situ beliau menemukan Nabi Khidhir, dan kemudian mengutarakan maksudnya. Nabi Khidhir mau menerima dengan satu syarat; Nabi Musa tidak boleh grasa-grusu bertanya sampai Nabi Khidhir menjelaskan.

“Tapi aku yakin, kamu tidak akan bisa bersabar”, tambah Nabi Khidhir lagi.

Namun karena Nabi Musa bersikeras, akhirnya dimulailah perjalanan beliau berdua berdasarkan syarat tadi. Ternyata benar!! Ketika dalam perjalanan itu Nabi Khidhir melakonkan hikmah demi hikmah yang telah diperintahkan oleh Allah, tak sekalipun Nabi Musa mampu bersabar untuk tidak grasa-grusu menafsirkan yang bukan-bukan. (Al-Kahfi [18]: ayat 60-82).

Dalam kisah Qur’ani ini, poin penting yang dapat dipetik:

kita harus selalu berbaik sangka dan berpikir positif terhadap orang lain, siapapun mereka. Karena, bisa jadi, orang lain tidaklah seburuk yang kita kira. Sebab kita hanya bisa melihat apa yang tampak, namun tidak tahu niat baik apa yang ada di hatinya…dan seterusnya.

2. Kedua,

Berbaik sangka dan berpikir positif dapat mengubah suatu keburukan menjadi kebaikan.

Kita dapat kisah teladan Rasulullah SAW, ketika seluruh kafilah-kafilah Arab berkumpul di Makkah pada tahun-tahun pertama turunnya wahyu. Allah SWT memerintahkan Rasulullah untuk menyampaikan risalah Islam kepada semua kafilah itu. Namun yang terjadi, mereka justru mencaci dan menyakiti Rasulullah, serta melempari wajah beliau dengan pasir,datanglah malaikat menemui Rasul:

“Wahai Muhammad, dengan perlakuan mereka ini sudah sepantasnya jika kamu berdo’a kepada Allah agar membinasakan mereka seperti do’a Nuh –`Alaihi As-Salam—atas kaumnya.”

Rasulullah segera mengangkat tangan beliau. Tetapi yang terucap dalam do’a beliau bukanlah do’a kutukan, melainkan permintaan maaf kepada Allah:

“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka melakukan semua ini terhadapku hanya karena mereka tidaktahu. Ya Allah, tolonglah aku agar mereka bisa menyambut ajakan untuk taat kepada-Mu.”

Pilihan beliau ternyata tidak salah. Tak lama setelah peristiwa tersebut, mereka yang pernah menyakiti beliau berangsur-angsur memeluk Islam dan menjadi Sahabat yang paling setia. Ini sesuai dengan ajaran Al-Qur’an,

“Tanggapilah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dengan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat akrab.” (QS Al-Fushilat 41:34)

3. Ketiga,

Berbaik sangka dan berpikir positif dapat menyelamatkan hati dan hidup kita. Sebab hati yang bersih adalah hati yang tidak menyimpan kebencian.

Hati yang tenteram adalah hati yang tidakmemendam syakwasangka dan apriori terhadap orang lain. Dan hati yang berseri-seri hanyalah hati yang selalu berpikir positif bagi dirinya maupun orang lain. Kebencian, berburuk sangka dan berpikir negatif hanya akan meracuni hati kita. Sebab itulah, ketika Orang-orang Yahudi mengumpat Rasulullah SAW yang sedang duduk santai bersama Aisyah Radhiyallahu `Anha, dan Aisyah terpancing dengan balas menyumpahi mereka; Rasulullah segera mengingatkan Aisyah,

“Kamu tidak perlu begitu, karena sesungguhnya Allah menyukai kesantunan dan kelemah-lembutan dalam segala hal.”

Subhanallah!!

Beliau yang seorang utusan Allah dan pemimpin masyarakat muslim, yang sebenarnya bisa dengan mudah membalas perlakuan Orang-orang Yahudi itu, ternyata memilih untuk tetap santun dan berpikir positif agar menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Senada dengan hadits di atas, ada ungkapan yang sangat menggugah dari seorang sufi:

“Yang paling penting adalah bagaimana kita selalu baik kepada semua orang. Kalau kemudian ada orang yang tidak baik kepada kita, itu bukan urusan kita, tapi urusan orang itu dengan Allah SWT.”

4. Keempat,

Berpikir positif bisa membuat hidup kita penuh dengan ridha, legowo, rela atas setiap kejadian, menerima apa adanya, karena Allah SWT seringkali menyiapkan rencana- rencana yang mengejutkan bagi setiap hamba-Nya.

Dikisahkan ada seorang remaja penjual tempe, yang berangkat dari rumahnya di sebuah dusun pada pagi hari seusai shalat subuh, di tengah pematang sawah tiba-tiba pikulannya patah, pikulan di sebelah kiri masuk ke sawah dan yang di sebelah kanan masuk ke kolam. Betapa kaget, sedih, kesal dan merasa sangat sial, jualan belum untung, bahkan modalpun habis terbenam, dengan penuh kemurungan mereka kembali ke rumah.

Remaja itupun sudah membayangkan betapa marahnya kedua orang tuanya mengetahui semua tempe yang mau dijual kepasar tidak membawa hasil, ternyata dugaan remaja tersebut benar, sang Ibupun otomatis marah-marah luar biasa. Tapi dua jam kemudian datang berita yang mengejutkan, ternyata kendaraan yang biasa ditumpangi para pedagang tempe itu baru saja terkena musibah kecelakaan, sehingga seluruh penumpangnya terluka, bahkan dua diantaranya ada yang luka berat, dan harus opname di Rumah Sakit, satu-satunya diantara kelompok pedagang yang senantiasa menggunakan angkutan tersebut yang selamat adalah remaja yang pikulannya patah disawah tadi.

Subhanallah, dua jam sebelumnya patah pikulan dianggap musibah besar, dua jam kemudian patah pikulan adalah suatu rahmat Allah & keberuntungan luar biasa.

Wallahu'alam bishowab

Sabtu, 02 Mei 2009

Menghiasi Hati Dengan Menangis

 “Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding d...engan balasan dan siksa Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Menyadari bahwa dosa diri tak akan terpikul di pundak orang lain

Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun. Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah. Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.

Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Al-An’am ayat 164. “…Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Rabb-mulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”

Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan. Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu. Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat Allah yang kita terima. Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi.

Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal. Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan.

Menyadari bahwa diri teramat hina di hadapan Yang Maha Agung

Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan Allah swt. Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain.

Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah Allah yang tersalur lewat lingkungan. Kita pandai karena orang tua menyekolah kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi Allah titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan Allah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Seperti itulah Allah Allah Subhanahu Wa Ta'ala nyatakan dalam surah Faathir ayat 15 sampai 17, “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.”

Menyadari bahwa surga tak akan termasuki hanya dengan amal yang sedikit

Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau Allah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.. akan memasukkan kita kedalam surga. Pikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. “Pasti, pasti saya akan masuk surga,” begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.

Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasul, kita akan melihat pemandangan lain. Bahwa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk surga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.

Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: Allah pasti akan memberikan balasan yang terbaik. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, Allah mempertemukan mereka dengan pasukan yang tiga kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal sepele: nyawa. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih surga.

Begitulah Allah menggambarkan mereka dalam surah Al-Baqarah ayat 214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Menyadari bahwa adzab Allah teramat pedih

Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada dua pilihan: surga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. 80: 34-37)

Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya.

Seperti apa siksa neraka, Rasulullah saw. pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan. “Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Belum saatnyakah kita menangis di hadapan Allah. Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan Allah yang teramat jelas di hadapan kita. Imam Ghazali pernah memberi nasihat, jika seorang hamba Allah tidak lagi mudah menangis karena takut dengan kekuasaan Allah, justru menangislah karena ketidakmampuan itu.

Wallahu Ta'ala 'Alam bishowab..Lihat Selengkapnya

Kamis, 05 Februari 2009

RUMAH MENURUT AL QUR'AN

RUMAH MENURUT AL QUR'AN
Adalah fitrah setiap makhluk untuk membangun tempat tinggal yang dijadikan sebagai tempat beristirahat dan melindungi diri, walaupun dalam bentuk dan ukuran yang berbeda-beda sesuai kemampuan dan kebutuhan setiap makhluk itu sendiri. Jika pada binatang tempat tinggal itu disebut sarang, maka manusia menyebutnya ...dengan istilah rumah. Al-Qur’an memperkenalkan dua istilah untuk menyebut tempat tinggal atau rumah. Pertama, disebut dengan 'bait' seperti yang terdapat dalam surat an-Nahl [16]: 68 yang artinya : “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.”

'Bait' secara harfiyah berarti tempat bermalam. Rumah disebut 'bait' karena memang berfungsi bagi pemiliknya untuk tempat bermalam dan beristirahat dari kesibukan. Hal ini juga sama seperti yang dilakukan binatang, seumpama burung yang kembali ke sarangnya di sore hari untuk bermalam dan beristirahat. Di samping itu, rumah dalam bentuk 'bait' juga berfungsi melindungi pemiliknya dari berbagai gangguan luar, seperti panas, dingin, dan serangan makhluk lain. Seperti yang terdapat dalam surat al-Baqarah [2]: 125 Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman……”

Sebutan lain yang diperkenalkan Allah swt untuk menyebut rumah adalah 'maskan'. Seperti yang terdapat dalam surat an-Naml [27]: 18 “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”

Dalam surat at-Taubah [9]: 72 Allah swt juga berfirman: “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu'min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di syurga `Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.”

Kata 'maskan' berasal dari kata 'sakana/sakina' yang berarti tenang, tentram, dan bahagia. Oleh karena itu, rumah dalam pandangan al-Qur’an bukan hanya berfungsi sebagai tempat bermalam, tempat beristirhat atau tempat berlindung. Tetapi lebih jauh, rumah berfungsi sebagai tempat mencari ketenangan dan kebahagian batin. Di dalam rumah (maskan) inilah manusia membangun keluarga sakinah, yaitu tatanan keluarga yang membawa kebahagian dan ketenangan hati.

Jika rumah hanya dijadikan 'bait', maka tidak jarang rumah dirasakan seperti di neraka. Itulah yang digambarkan Tuhan dalam surat al-Ankabut [29]: 41 : “…Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah (rapuh) adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”

Rumah laba-laba bukan hanya rapuh secara struktur, karena tidak mampu melindungi penghuninya dari segala macam gangguan luar seperti panas, dingin dan sebagainya. Namun, rumah laba-laba juga rapuh dari sisi penghuninya. Hasil penelitian membuktikan, bahwa laba-laba betina setelah melakukan perkawinan langsung membunuh laba-laba jantan. Begitu juga anak laba-laba, berjumlah sangat banyak namun diletakan dalam wadah yang kecil dan sempit, sehingga seluruh anaknya terlibat saling injak dan saling tindas, yang menyebabkan lebih separuh anaknya mati karena pertarungan sesamanya. Begitulah perumpamaan rumah yang rapuh, jauh dari kebahagian dan ketenangan.

Oleh karena itu, jadikanlah rumah kita sebagai 'maskan', tempat menemukan ketenangan dan kebahagian hidup. Janganlah jadikan rumah sekedar tempat singgah, tempat bermalam atau tempat berlindung saja (bait), seperti yang dilakukan oleh binatang. Rumah bagus tentu sangat perlu sebagai sarana memperoleh kebahagiaan hidup, akan tetapi bagus jika tidak membawa ketenangan dan kebahagiaan juga tidak baik. Biarlah tinggal di rumah yang sederhana, namun bisa memperoleh ketenangan dan kebahagiaan padanya. Sehingga, rumah betul-betul menjadi maskan. Salah satu cara menjadikan rumah sebagai tempat memperoleh ketenangan, atau menjadikan rumah sebagai tempat yang menyenangkan, adalah seperti yang diajarkan Rasulullah saw dalam sebuah haditsnya : “Perbanyaklah membaca al-Qur’an di rumah kamu, sebab rumah yang tidak pernah dibaca al-Qur’an padanya sangat sedikit kebaikan rumah itu, sangat banyak kejahatannya, dan membuat penghuninya merasa sempit.”

Wallahu Ta'ala 'Alam bishowab

Senin, 05 Januari 2009

Merawat Hati

Untuk merawat hati yang sudah bercahaya dan memperindahnya maka seseorang perlu terus-menerus mempertahankan dan mengamalkan kebaikan. Hati akan terus bersih, bening dan bercahaya jika kejahatan terus dihindari, jauh dari debu-debu ini, dengki, riya, takabbur dan cobaan dijalani dengan ikhlas. Perumpamaan hal ini adalah seorang ib...u hamil yang selalu ikhlas menahan sakit, lemah tanpa pamrih demi mengandung anak yang ia cintai. Maka jika kita mencintai permata (hati kita) maka kita harus merawatnya terus-menerus.

Al-Ghazali mendefenisikan hati manusia menjadi tiga bentuk, yaitu: hati yang sehat, hati yang sakit dan hati yang mati. Hati yang sehat akan berfungsi optimal, mampu memilih dan memilah mana yang baik dan yang buruk. Hati mereka kenal betul dengan Allah, sifat, af'al, kasih sayang, janji, qudrah, sunnah dan kemulian-Nya.

Kondisi hati ini akan selalu bersyukur atas nikmat, sabar dan ridha akan taqdir dan cobaan yang diberikan-Nya. Hati yang mampu berma'rifat (mengenal Allah) ini adalah salah satu yang menjadikan manusia lebih ungul dari makhluk lainnya.

Dalam bab ini juga dibahas tentang Qalbun Salim (hati yang selamat) yakni hati yang istiqamah dan mampu menetapi kebaikan berbalik hanya pada kebaikan saja seperti yang disinggung Nabi SAW dalam do'anya yang bersabda; "Hai yang membolak balikkan hati tetapkanlah hatiku dalam agama-Mu dan taat pada-Mu'. Mengenai hal ini Allah juga berfirman: Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (qalbun salim) (QS. 26, as-Syura: 88-89).

Hati yang bening inilah yang mampu menjaga prilakunya, menahan pandangannya, menjaga lisan, perut dan mampu memilih pergaulan yang baik. Hati menjadi suci dan bening karena tidak ada tingkah laku yang mengotorinya, ingatnya selalu pada Allah, istiqamahnya terus-menerus tanpa henti, da'wahnya ikhlas tanpa pamrih dan seterusnya.

Mengenai pentingnya menjaga mata Nabi SAW bersabda: "Pandangan itu salah satu panah dari panah iblis yang berbisa. Siapa saja yang meninggalkannya karena takut pada Allah, maka Allah akan memberinya keimanan yang terasa sangat manis di dalam hati. (HR. al-hakim).

Mengenai menjaga lisan Nabi SAW bersabda: "Setiap ucapan bani adam itu membahayakan dirinya (tidak memberi manfaat), kecuali kata-kata yang berupa amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kebaikan dan mencegah kejahatan) dan zikrullah. (HR. Tirmidzi). Demikianlah seterusnya.

Hati adalah pusat kebaikan dan kejahatan. Hati adalah ibarat Raja yang punya hak veto dalam memerintah seluruh anggota jasmani untuk berbuat baik atau jahat. Oleh karena itu bersihkanlah ia, beningkanlah dari segala kotoran, isilah dengan sifat-sifat yang baik agar ia tetap terang benderang. bersinar dan bercahaya serta mudahnya berbalik terus dalam kebaikan dan taqwa.

Adapun langkah-langkah yang harus kita lakukan adalah: Pertama, Mencari ilmu hati yakni ilmu yang bermanfaat untuk membersihkan hati, bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Kedua, Membersihkan hati dari sifat-sifat tercela (takhalli). Ketiga, mengisi hati dengan sifat-sifat terpuji yang dimulai dari sifat zuhud (tidak berambisi dan mengejar kesenangan hawa nafsu di dunia saja) dan mujahadah atau bersungguh-sungguh menuju Allah dalam istilah al-Ghazali dan Keempat, Istiqamah dan berdo'a agar hati tetap bersih, bening, bercahaya dan hanya berbalik dalam dan untuk kebaikan saja.
 
Nasehat Dari Aby Copyright © 2010 Designed by Dwi Isnein Evian Syah.Own Blog